Pembisnis Jam Tangan Kayu Di Indonesia

Pembisnis Jam Tangan Kayu Di Indonesia – Jam tangan merupakan aksesoris penunjuk waktu yang sering digunakan seseorang ke manapun. Namun ternyata, kebutuhannya tak hanya sampai di situ. Saat ini, jam tangan seperti telah menjadi bagian dari gaya hidup lantaran memiliki sebuah fesyen tersendiri. Terdapat beberapa pelaku usaha yang membuat jam tangan dari kayu di Indonesia. Mari kita simak!

  1. Rizki Pebriani
    Maka jangan heran jika banyak orang yang hobi mengoleksi jam tangan, bahkan ketika mereka harus merogoh budget yang mahal. Jika Anda termasuk salah satunya, mungkin Kay Wood Watch bisa menjadi pilihan untuk menambah koleksi jam tangan Anda.
    Rizki Pebriani, perempuan asal Pandeglang, Banten ini merupakan pemilik dari jam tangan kayu merek Kay Wood Watch tersebut. Ia memproduksi jam tangan yang terbuat dari material kayu. idn slot
Pembisnis Jam Tangan Kayu Di Indonesia

Kay Wood Watch sendiri mulai diperkenalkan pada tahun 2015. Namun jauh sebelum itu, Rizki beserta suaminya telah banyak mengerjakan sejumlah brand jam kayu terkenal. Di antaranya adalah Matoa, Woodka, dan Pala Nusantara.

“Jadi awalnya kita ngerjain brand-brand orang. Kita emang punya workshop teknik kecil-kecilan di Bandung waktu itu,” tutur Rizki, saat mengawali kisahnya kepada biem.co di Saung Edi, Kota Serang.

Pada waktu itu, suaminya yang bernama Andre Saepullah membuat sebuah desain jam kayu yang masih berbentuk prototype. Sayangnya belum sempat direalisasikan, Andre harus lebih dulu berpulang. Bagi Rizki, desain tersebut menjadi pesan terakhir yang disampaikan suaminya. Ia dan tim pun bekerja keras untuk menyelesaikan desain tersebut. Hingga akhirnya, Rizki bisa memperkenalkan Kay Wood Watch di acara 40 hari kepulangan Andre.

“Sebelum berpulang, suamiku itu ngomongin jam kayunya terus. Jadi sebenernya, jam tangan (Kay Wood Watch) ini merupakan tribute untuk almarhum suami saya,” ungkap perempuan yang lahir 7 Februari 1980 ini.

Meski masih terus mengerjakan brand-brand dari luar, pelan-pelan ia juga mulai memperkenalkan brand jam tangan kayunya sendiri. Namun, alumnus Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) ini tak lagi memproduksi jam tangan kayunya di Bandung. Rizki memindahkan workshopnya ke kampung halamannya di Pandeglang, tepatnya di Jl. Talaga, Ciekek Babakan Karaton, Kecamatan Majasari.

Rizki saat ini sangat bersyukur dengan apa yang dijalaninya. Kay Wood Watch telah dipasarkan di hampir semua kota di Indonesia melalui pemesanan online di media sosial. Bahkan, brandnya tersebut berhasil menarik perhatian konsumen dari mancanegara. Kay Wood Watch sempat dikirim ke Afrika Selatan, Belanda, Korea, dan Jepang.

“Alhamdulillah, awareness masyarakat juga udah ada sama jam kayu. Walaupun harganya tidak murah, bisa dibilang relatif mahal, tapi untuk kesadaran bahwa lokal brand ini adalah lokal brand yang kreatif seperti ini, alhamdulillah sudah banyak apresiasi,” ujar Rizki.

Dari memproduksi jam kayu, Rizki bisa meraih omzet sekitar Rp20 juta – Rp40 juta per bulan. Namun begitu, bukan berarti tidak ada kendala yang pernah dihadapinya selama ini. Ia mengatakan butuh waktu lama untuk memproduksi jam tangan kayunya, mulai dari membuat prototype hingga riset spare part. Belum lagi, bahan baku yang dibutuhkan terbilang langka dan sulit.

“Tadinya saya pakai empat macam kayu. Tapi ada satu kayu premium yang sudah mulai sulit, namanya kayu ebony. Kayu ini langka dan sulit didapat, tapi memang secara visual, kayu ini bagus banget. Terus ada kayu sonokeling, kayu jati, sama kayu maple. Empat macam itu yang dipake. Tapi karena ebony udah sulit, jadi cuma tiga kayu akhirnya,” ungkapnya.

Selain itu, modal juga masih menjadi kendala yang cukup besar bagi usahanya. Dengan lima orang karyawan, ia hanya bisa memproduksi 30pcs jam kayu Kay Wood Watch dalam sebulan. “Karena saya akhirnya masalahnya di-stok juga. Kalau misalkan kita timnya banyak, stok juga bisa banyak. Tapi, kan, itu harus pakai modal juga,” imbuhnya.

Kendati demikian, ia berharap bisa mengembangkan usahanya agar semakin besar dan dikenal.

“Pokoknya, pengen terus mengeksplor. Di Banten ini kan katanya ada bambu yang terkenal, nah jam bambunya mau dibuat. Terus masih mau eksplor bahan dasar limbah kayu yang lain. Sama pengen punya online store sendiri biar lebih prestise” harapnya.

Sebagian besar produk Kay Wood Watch masih dipasarkan di dalam negeri dan sudah pernah beberapa kali ekspor dalam jumlah sedikit ke luar negeri.

“Pernah ngirim 2 buah ke Afrika Selatan melalui DHL dengan melengkapi beberapa dokumen seperti Certificate of Origin (COO) dan sertifikat fumigasi,” jelas Rizki.

Selain itu, produknya juga pernah dibawa langsung dari Indonesia ke beberapa negara (hand carry) seperti ke Jepang dan Korea.

“Pengiriman terakhir adalah ke Belanda dan Israel melalui EMS,” kata Rizki.

Kay Wood Watch yang saat ini merupakan UKM binaan salah satu bank pemerintah juga didorong untuk menggunakan bahan baku kayu yang telah bersertifikat antara lain dari Perhutani. Hal inilah yang sedang diusahakan oleh Kay Wood Watch agar produknya lebih leluasa menembus pasar ekspor.

Ada tiga jenis kayu yang Rizki gunakan dalam membuat produknya, yakni kayu jati, sonokeling, dan maple. Sementara itu, bahan nonkayu yang digunakan pada jam tangan buatannya terdiri atas sparepart berupa mesin yang menggunakan produk asal Jepang, kaca, dan buckle.

Rizki juga gencar melakukan promosi secara online untuk menggaet para pelanggannya. Ia juga kerap memperkenalkan produknya kepada komunitas ecoprint dunia di media sosial. Untuk melebarkan pasar, sejak bulan Juli 2019 Kay Wood Watch pun menjadi merchant di Aspenku.

  1. Afidha
    Lulusan sekolah vokasi D-3 Bahasa Inggris Universitas Gadjah Mada (UGM) 2011 Afidha Fajar Adhitya, 28, menjadi wirausaha (entrepreneur) produksi jam tangan kayu, dengan brand Eboni Watch & Clock. Ya ini karena memulai bisnis berawal dari keinginannya tersebut, yaitu ingin mempunyai jam tangan kayu, tapi harganya mahal. Sebab, untuk brand di Indonesia baru ada tiga sehingga dia melihat dan menangkap ada peluang dan potensi bisnis untuk produk itu.
Pembisnis Jam Tangan Kayu Di Indonesia

“Inilah yang mendorong saya untuk berbisnis jam kayu ini,” kata Afidha mengawali pembicaraan soal bisnisnya itu.

Afidha mengatakan, menjadi entrepreneur memang sudah menjadi cita-citanya sejak kecil. Untuk itu, guna menunjang kariernya nanti, saat lulus SMA 2008, memutuskan memilih SV, yaitu jurusan Bahasa Inggris di SV UGM. Pilihan ini bukan tanpa alasan. Menurut dia, bahasa Inggris akan sangat mendukung usahanya nanti.

Apalagi pada era global, bahasa itu menjadi bahasa wajib dalam kehidupan, di antaranya bisnis. Bukan hanya dalam komunikasi, juga membuat program bisnis tersebut disajikan dengan bahasa Inggris.

pada awal 2013 mulai fokus berusaha yaitu memproduksi jam tangan kayu. Memilih usaha ini, sebab produksi jam tangan kayu di Indonesia belum banyak, tercatat tahun itu baru ada tiga brand sehingga harganya mahal.

Melihat peluang itu, akhirnya pada tahun akhir 2014 memutuskan untuk memproduksi jam tangan kayu dengan brand Eboni Watch & Clock. “Memilih usaha ini karena passion di bidang produk kreatif. Saya sangat suka mendesain dan membuat banyak hal dengan tangan,” ujarnya.

Dia pun mulai mendesain jam tangan kayu, setelah jadi, dibawa ke vendor perusahaan kerajinan kayu di Yogyakarta untuk dibuatkan. Hasilnya kemudian dijual di media sosial, melalui akun Instagram (IG).

Ternyata mendapat respons positif. Terbukti hasil produksinya laku semua (sold out). “Produk pertama jam tangan kayu saya langsung dibeli oleh seorang kolektor di Afrika Selatan,” ujarnya.

Menurut Afidha, setelah mengetahui produk jam tangan kayunya laku di pasaran, maka mulai 2016, memutuskan untuk membuat sendiri. Tempat tinggalnya di Bayat, Klaten, Jawa Tengah, kemudian dijadikan tempat produksi sekaligus showroom.